I am an introvert girl actually (who always try to be an extrovert). Tidak tahulah, semacam semua detil menjadi lebih terperhatikan dewasa ini, salah satunya persoalan, "aku ini gimana sih?"
A lot of my friends know me as an extrovert one. "Kamu salah jurusan kok, Nik, harusnya kamu jadi anak IPS!" beberapa berkata seperti itu. But, the one that knows you well is YOU. Bahkan mungkin yang mengerti betul saya ini adalah pribadi yang serius hanyalah Mama.
Mungkin ada benarnya juga saat ini saya sedang ada di masa-masa peralihan antara anak kecil-dewasa. Yang masih di atas permukaan menghadapi masalah, sehingga tawa dan canda masih bisa untuk disertakan. But nowadays, I started to aware that resolving problem isn't as easy as turn over the hand.
Well, um, saya tidak bermaksud untuk berkata bahwa menyelesaikan suatu permasalahan tidak dibutuhkan canda tawa. No! Itu tetap dibutuhkan, tetapi ada harus ditambahkan di sini yaitu, keseriusan.
Pernah kan mendengar candaan, "bar Sabtu, Minggu, bar nangis, ngguyu"? Ternyata pepatah itu bisa dibalik: bar ngguyu, nangis.
Yang saya alami, kadang, kita lose control dalam bercanda sehingga apa yang seharusnya bisa dilakukan dalam waktu bercanda kita habis. Saya pernah mengutip sebelumnya di post "T-I-M-E" bahwa semakin lama waktu terasa semakin cepat. Entah mengapa, barangkali karena terlalu sibuk memikirkan detil kehidupan.
Tapi, disinilah saya menjadi belajar untuk membagi dan menata emosi. Kadang ya, bercanda tawa berlebihan membuat emosi kita menjadi tidak kontrol. Sehingga ketika dapat masalah misalnya, alhasil hanya keluhan tak berujung yang keluar. Padahal dengan waktu yang kita isi dengan keluhan bisa kita isi dengan berpikir untuk memutar otak untuk menemukan solusi.
"Enggak, Nik, kamu cocok banget di kelas IPA," beberapa waktu lalu saya akhirnya mendengar kalimat ini keluar dari mulut salah seorang teman saya. Akhirnya...
Karena saya pribadi merasa, akhir-akhir ini saya mulai mengeluarkan diri saya sebagai pribadi yang lebih serius. Well, ini bukan salah satu dari perencanaan hidup, tapi ini terjadi dengan sendirinya. Ketika sebuah kesadaran itu datang, untuk tidak tertawa berlebihan.
Dulu, saya dengan sangat senang hati berusaha untuk membuat orang lain bahagia dan tertawa bersama saya. It feels amazing when you can make a smile :) Akhirnya saya sering bertingkah macam-macam dan terlihat easy going kepada semua orang, perempuan maupun laki-laki. Tapi baru sekarang saya memperhatikan kesenangan saya itu: make a smile, not make a laugh.
Semakin dewasa, semakin saya tahu semua ada porsinya. Saya pernah berkata "being two faced is a kind of mature action" pada post sebelum ini, tapi tidak berlebihan juga. Tidak sampai orang lain mengenal kita sebagai 'bukan kita'.
So, Was I lying to people that had thought I'm an extrovert?
Hmm.. not at all I think. Aih, jangan anggap ini sebuah penyangkalan dan pembelaan diri, tetapi saat itu saya sedang dalam proses menuju kedewasaan (begitupun sekarang). Hanya belum tahu porsinya saja. Saya yakin semua orang pasti akan melakukan hal yang sama.
*To Be Continue
A lot of my friends know me as an extrovert one. "Kamu salah jurusan kok, Nik, harusnya kamu jadi anak IPS!" beberapa berkata seperti itu. But, the one that knows you well is YOU. Bahkan mungkin yang mengerti betul saya ini adalah pribadi yang serius hanyalah Mama.
Mungkin ada benarnya juga saat ini saya sedang ada di masa-masa peralihan antara anak kecil-dewasa. Yang masih di atas permukaan menghadapi masalah, sehingga tawa dan canda masih bisa untuk disertakan. But nowadays, I started to aware that resolving problem isn't as easy as turn over the hand.
Well, um, saya tidak bermaksud untuk berkata bahwa menyelesaikan suatu permasalahan tidak dibutuhkan canda tawa. No! Itu tetap dibutuhkan, tetapi ada harus ditambahkan di sini yaitu, keseriusan.
Pernah kan mendengar candaan, "bar Sabtu, Minggu, bar nangis, ngguyu"? Ternyata pepatah itu bisa dibalik: bar ngguyu, nangis.
Yang saya alami, kadang, kita lose control dalam bercanda sehingga apa yang seharusnya bisa dilakukan dalam waktu bercanda kita habis. Saya pernah mengutip sebelumnya di post "T-I-M-E" bahwa semakin lama waktu terasa semakin cepat. Entah mengapa, barangkali karena terlalu sibuk memikirkan detil kehidupan.
Tapi, disinilah saya menjadi belajar untuk membagi dan menata emosi. Kadang ya, bercanda tawa berlebihan membuat emosi kita menjadi tidak kontrol. Sehingga ketika dapat masalah misalnya, alhasil hanya keluhan tak berujung yang keluar. Padahal dengan waktu yang kita isi dengan keluhan bisa kita isi dengan berpikir untuk memutar otak untuk menemukan solusi.
"Enggak, Nik, kamu cocok banget di kelas IPA," beberapa waktu lalu saya akhirnya mendengar kalimat ini keluar dari mulut salah seorang teman saya. Akhirnya...
Karena saya pribadi merasa, akhir-akhir ini saya mulai mengeluarkan diri saya sebagai pribadi yang lebih serius. Well, ini bukan salah satu dari perencanaan hidup, tapi ini terjadi dengan sendirinya. Ketika sebuah kesadaran itu datang, untuk tidak tertawa berlebihan.
Dulu, saya dengan sangat senang hati berusaha untuk membuat orang lain bahagia dan tertawa bersama saya. It feels amazing when you can make a smile :) Akhirnya saya sering bertingkah macam-macam dan terlihat easy going kepada semua orang, perempuan maupun laki-laki. Tapi baru sekarang saya memperhatikan kesenangan saya itu: make a smile, not make a laugh.
Semakin dewasa, semakin saya tahu semua ada porsinya. Saya pernah berkata "being two faced is a kind of mature action" pada post sebelum ini, tapi tidak berlebihan juga. Tidak sampai orang lain mengenal kita sebagai 'bukan kita'.
So, Was I lying to people that had thought I'm an extrovert?
Hmm.. not at all I think. Aih, jangan anggap ini sebuah penyangkalan dan pembelaan diri, tetapi saat itu saya sedang dalam proses menuju kedewasaan (begitupun sekarang). Hanya belum tahu porsinya saja. Saya yakin semua orang pasti akan melakukan hal yang sama.
*To Be Continue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar