Heyya fellas! Sorry about my rare visiting to this blog. Sebenernya dari bulan Oktober kemarin saya sendiri sudah meniatkan diri untuk rutin kembali aktif di blog. Terlebih di semester akhir tahun 2015 lalu saya sudah merasa terlepas dari berbagai aktivitas sekolah, jadi saya niatkan untuk kembali ke sudut digital.
But, life is full of games! So, there was another match waiting to be terminated. Bahkan sampai sekarang sudah ada yang mengantre lagi: SBMPTN!!! Whoaa...
Tapi saya akhirnya belajar sesuatu: untuk menjadi multitasking dalam hidup saya sendiri. Apalagi saya ini perempuan yang... yang.. besok...
Well, this is what I actually want to share :)
Kalau dulu waktu kecil pasti kita kalau ditanya mau jadi apa, maka apapun jawaban kita akan di terima begitu saja. Seolah-olah yaa memang kita ini bisa jadi apa saja sesuai apa yang kita inginkan. Dulu saya sering sekali berganti-ganti cita-cita, mulai dari astronot, pilot, koki, desainer, penyiar radio, tukang es krim, dokter, dokter, dokter, dan dokter. Yup, cita-cita yang paling betah nempel di hati adalah dokter.
Nggak tau ya, kenapa bisa seperti itu. Tapi yang jelas ini bukan masalah gengsi atau setingkatnya. Saya ingin sekali menjadi seseorang yang benar-benar berguna, untuk Tuhan, bangsa, dan almamater... (eh... kenapa jadi begini? wkwkwk)
Ya intinya saya ingin membantu sampai pelosok-pelosok. Saya rela.
Tapi semakin dewasa, segala macam angin dan badai kita lewati hingga akhirnya kita sampai pada pertanyaan: langkah apa yang akan kita ambil untuk masa depan kita besok? (maaf ya, terlalu generik bahasanya)
Misalnnya saja seseorang yang hampir lulus SMA, akhirnya seperti diuji ketangguhan akan cita-citanya: yakin kamu besok mau jadi ini?
Kenapa bisa ada tanya begitu? Oleh sebab banyak pro-kon yang barangkali akan tidak sepadan dengan hidup kita besok, barangkali cita-cita yang membekas di hati sejak lama itu kemungkinan besar akan mengolengkan kita besok, barangkali... barangkali... dan barangkali.
"Kamu mau jadi dokter? Kamu itu cewek, besok punya keluarga, kalau kamu jadi dokter kamu nanti bakal sibuk, bisa nggak kamu ngurus keluargamu besok?!" singkatnya begitu kata Papa saya ketika Beliau tahu keinginan saya untuk menjadi dokter ini mulai serius.
Singkat cerita saya akhirnya menarik kesimpulan yang juga dari cerita teman-teman saya: yang perempuan diminta untuk mempertimbangkan dengan amat sangat akan kedudukannya sebagai future mom, yang laki-laki diminta untuk mempertimbangkan dengan amat sangat akan kedudukannya sebagai pencari nafkah.
Barangkali... barangkali... dan barangkali.
Kadang saya berpikir, ternyata seseorang hanya bisa berspekulasi sedemikian rupa karena sesuatu tidak umum di kehidupan sebelumnya. Sekali lagi, selalu barangkali.. barangkali... dan barangkali.
But, life is full of games! So, there was another match waiting to be terminated. Bahkan sampai sekarang sudah ada yang mengantre lagi: SBMPTN!!! Whoaa...
Tapi saya akhirnya belajar sesuatu: untuk menjadi multitasking dalam hidup saya sendiri. Apalagi saya ini perempuan yang... yang.. besok...
Well, this is what I actually want to share :)
Kalau dulu waktu kecil pasti kita kalau ditanya mau jadi apa, maka apapun jawaban kita akan di terima begitu saja. Seolah-olah yaa memang kita ini bisa jadi apa saja sesuai apa yang kita inginkan. Dulu saya sering sekali berganti-ganti cita-cita, mulai dari astronot, pilot, koki, desainer, penyiar radio, tukang es krim, dokter, dokter, dokter, dan dokter. Yup, cita-cita yang paling betah nempel di hati adalah dokter.
Nggak tau ya, kenapa bisa seperti itu. Tapi yang jelas ini bukan masalah gengsi atau setingkatnya. Saya ingin sekali menjadi seseorang yang benar-benar berguna, untuk Tuhan, bangsa, dan almamater... (eh... kenapa jadi begini? wkwkwk)
Ya intinya saya ingin membantu sampai pelosok-pelosok. Saya rela.
Tapi semakin dewasa, segala macam angin dan badai kita lewati hingga akhirnya kita sampai pada pertanyaan: langkah apa yang akan kita ambil untuk masa depan kita besok? (maaf ya, terlalu generik bahasanya)
Misalnnya saja seseorang yang hampir lulus SMA, akhirnya seperti diuji ketangguhan akan cita-citanya: yakin kamu besok mau jadi ini?
Kenapa bisa ada tanya begitu? Oleh sebab banyak pro-kon yang barangkali akan tidak sepadan dengan hidup kita besok, barangkali cita-cita yang membekas di hati sejak lama itu kemungkinan besar akan mengolengkan kita besok, barangkali... barangkali... dan barangkali.
"Kamu mau jadi dokter? Kamu itu cewek, besok punya keluarga, kalau kamu jadi dokter kamu nanti bakal sibuk, bisa nggak kamu ngurus keluargamu besok?!" singkatnya begitu kata Papa saya ketika Beliau tahu keinginan saya untuk menjadi dokter ini mulai serius.
Singkat cerita saya akhirnya menarik kesimpulan yang juga dari cerita teman-teman saya: yang perempuan diminta untuk mempertimbangkan dengan amat sangat akan kedudukannya sebagai future mom, yang laki-laki diminta untuk mempertimbangkan dengan amat sangat akan kedudukannya sebagai pencari nafkah.
Barangkali... barangkali... dan barangkali.
Kadang saya berpikir, ternyata seseorang hanya bisa berspekulasi sedemikian rupa karena sesuatu tidak umum di kehidupan sebelumnya. Sekali lagi, selalu barangkali.. barangkali... dan barangkali.
Saya tidak ingin mengajukan sebuah tanya dalam posting ini, meski memang di dalamnya mengandung sebuah tanya. Tapi apa daya jika memang kesimpulannya adalah, oh jadi begini toh hidup itu.
MP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar